Total Tayangan Halaman

Selasa, 31 Oktober 2017

ALIRAN-ALIRAN ILMU HUKUM



Pendahuluan

Membicarakan aliran-aliran dalam ilmu hukum (teori hukum) berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak jaman kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai kancah pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori-teori hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa Romawi tidak banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang teori-teori hukum. Pemikiran yang timbul justru nampak menonjol pada bidang penciptaan konsep-konsep dan teknik yang berhubungan dengan hukum positif (kontrak, ajaran tentang kebendaan dan sebagainya).

1. Aliran Hukum Alam
.  Aliran hukum alam adalah aliran yang tertua dalam sejarah pemikiran  manusia tentang hukum. Menurut aliran ini, selain daripada hukum positif (hukum yang berlaku dimasyarakat) yang merupakan buatan manusia, masih ada hukum yang lain yaitu hukum yang berasal dari Tuhan yang disebut hukum alam.[1] Pengertian hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibuat oleh manusia.  
Hukum alam mempunyai beberapa arti:
1.      Hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan pelaksanaannya.
2.      Suatu dasar hukum yang bersifat “moral” yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang seharusnya.
3.      Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.
4.      Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal
5.      Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum alam dapat dibedakan:
1) Hukum alam sebagai suatu metode      
2) Hukum alam sebagai suatu substansi.

Hukum alam sebagai metode artinya: Hukum alam dipakai sebagai sarana untuk menciptakan peraturan-peraturanyang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlain-lainan. Hukum alam sebagai substansi artinya: hukum alam justru merupakan isi dari suatu norma.
Perkembangan hukum alam sebenarnya sudah mulai muncul pada abad sebelum abad pertengahan. Aliran hukum alam sebelum abad pertengahan dapat ditelusuri dari masa kerajaan Yunani dan Romawi. Pada masa kerajaan Yunani pemikiran tentang hukum yang bercorak teoritis berkembang begitu subur karena:
1.      Kecenderungan orang untuk berpikir spekulatif serta persepsi intelektualnya untuk mnyadari adanya tragedi kehudupan manusia serta konflik-konflik dalamkehidupan di dunia.
2.      Munculnya fenomena negara kota  (polis) yang diikuti kekacauan sosial, konflik-konflik di dalamnya serta pergantian pemerintah yang begitu sering.

Kondisi-kondisi tersebut di atas melahirkan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap hukum dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan dan keadilan. Plato mengemukakan sebuah konsepnya bahwa keadilan akan tercipta apabila seseorangmengurusi pekerjaannya sendiri dan tidak mencampuri urusan orang lain. Aristoteles negara berdasarkan hukum bukanlah alternatif terbaik tetapi alternatif yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Hukum adalah penjelmaan dari akal, bukan nafsu-nafsu. Hanya akal dan Tuhan saja yang boleh memerintah.
Sumbangan Aristoteles yang lain adalah konsepsinya tentang keadilan yaitu : keadilan distributif dan keadilan komulatif. Keadilan distributif menyangkut pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya di masyarakat. Sedangkan keadilan komulatif adalah standar umum guna memperbaiki atau memulihkan konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain.
Pada abad pertengahan hukum alam berkembang makin pesat. Banyak pemikir-pemikir baru setelah Plato dan Aristoteles yang muncul pada abad sebelumnya. Berdasar pada sumbernya, aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi dua macam: 1). Aliran hukum alam yang Irrasional dan 2). Aliran hukum alam yang Rasional. Irrasional berpandangan hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sedangkan Rasional berpandangan bahwa sumber hukum alam yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.

1.           Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang Irrasional

     a.  Thomas Aquines (1225-1227)
Menurut Aquines ada dua macam pengetahuan yang berjalan bersama-sama,yaitu: 1). Pengetahuan alamiah yang berpangkal pada akal manusia dan 2). Pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu Ilahi.

Thomas Aquines membedakan 4 macam hukum alam :
1. Iex Aeterna (Hukum yang abadi): Hukum rasio Tuhan atau akal keilahian yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2.  Iex Divina (Hukum Ketuhanan): Petunjuk-petunjuk khusus dari Tuhan tentang bagaimana manusia itu harus menjalani hidupnya (tercantum dalam kitab suci).
3. Iex Naturalis (Hukum alam/kodrat): Petunjuk-petunjuk umum yang paling mendasar, misalnya yang baik harus dilakukan, sedangkan yang jelek harus ditinggalkan (Iex Naturalis atau hukum alam, yaitu penjelmaan Iex Aeterna ke dalam Rasio manusia).
4. Iex Humana (hukum buatan manusia) Penerapan Iex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia (disebut juga Iex human)[2]

b.      John Salisbury (1115-1180)
Menurut John Salisbury,  dalam menjalankan pemerintahan penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis (hukum alam), yang mencerminkan hukum Tuhan. Tugas rohaniah adalah membimbing penguasa agar tidak merugikan kepentingan rakyat bahkan seharusnya penguasa itu harus manjadi abdi gereja.

c.       Dante Aligheiri(1265-1321)
Dia menyarankan bahwa segala kekuasaan harus diserahkan kepada satu tangan yaitu pemerintahan yang absolut. Ia memberikan legitimasi terhadap kekuasaan monarkhi yang bersifat mondial.

            Adapun tokoh-tokoh lain dalam aliran hukum alam yang Irrasional adalah:         Piere Dubois (1255), Marsilius Padua (1270), William Occam(1290).

2. Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang rasional adalah
1. Hugo de Groot atau Grotius(1583)
Dia terkenal dengan sebutan bapak Hukum Internasional karena dialah yang mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antar negara, seperti hukum perang. Menurut Grotius sumber hukum adalah rasio manusia karena karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya. Hukum alam menurutnya adalah hukum yang sesuai dengan kodrat manusia. Hukum tidak mungkin dapat dirubah.

2.      Samuel Von Pufendorf (1632-1694)
Ia berpendapat hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni.
  Tokoh lain dari aliran hukum alam yang rasional pada pertengahan adalah            Emanuel Kant (1724-1804). 
Aliran hukum alam mengalami kemunduran sejalan dengan munculnya aliran           positivis pada abad XIX.  Namun demikian keadaan ini nampaknya tidak berlangsung terus. Hukum alam bangkit kembali karena ternyata aliran positivis telah gagal pula untuk menjawab tantangan yang terjadi pada abad XIX utamanya tentang penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi disepanjang abad itu. Masa-masa ini sering disebut sebagai masa kebangkitan kembali hukum alam. Tokoh yang dapat ditemukan pada masa ini adalah Rudolf Stammler. Pada abad XX hukum alam ternyata masih banyak pemikirnya, sebut satu saja adalah Leon L. Fuller. Ia mengaitkan antara hukum dan moralitas. Hukum harus tunduk pada Internal Morality.

2. Aliran Positivis (Positivisme Hukum)
Teori Hukum seperti Aliran Hukum positivis (Positivisme hukum) telah muncul dalam berbagi bentuk. aliran hukum positivisme memisahkan antara hukum dengan moral: memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen). Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command of the souverign). Bahkan bagian dari aliran hukumpositif (yaitu legisme) berpendapat lebih tegas: Hukum ialah undang-undang. Aliran hukum positif dapat dibedakan:
  1). Aliran hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh                     John Austin (1790): dan
  2). Aliran hukum Murni (Reine Rechtslehre(bahasa jerman) -The Pure of Law)                         yang dipelopori oleh Hans Kelsen.

           ad.1.Aliran hukum positif Analitis (Analitycal jurisprudence)-John Austin (1730-          1859)
       Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat                hukum terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, Logis, dan tertutup.
Dalm bukunya Austin mengatakan “A Law is a command which obliges a person or person……laws and other commands are said to proceed from superiors, and to bind or oblige inferiors”. Austin membedakan hukum dalam dua jenis : 1). Hukum dari Tuhan untuk manusia dan 2). Hukum yang dibuat oleh manusia. Austin membedakan lagi: 1). Hukum yang sebenarnya, dan 2). Hukum yang tidak tidak sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif). Sedangkan hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum. Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat aspek/unsur:  1. Perintah (command);  2. Sanksi (sanction);  3. Kewajiban (duty);  4. Kedaulatan (sovereignty).

          ad.2. Aliran Hukum Murni-Hans Kelsen (1881-1973)
Menurut aliran hukum murni: hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non hukum, seperti sosiologis, politis, historis bahkan etis. Itulah sebabnya aliran ini disebut aliran murni tentang hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, setidaknya
 ada 6 pokok pikiran dari teori hukum murni, yaitu sbb:
1. Tujuan teori tentang hukum untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan                kesatuan ( unity).
2. Teori hukum adalah Ilmu bukan kehendak,/keinginan.Ia pengetahuan tentang              hukum yang ada , bukan tentang hukum yang seharusnya ada.
3. Ilmu hukum adalah normatif, bukan ilmu alam.
4. Teori hukum sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak                  berurusan dengan persoalan efektifitas  norma-norma hukum.
5. Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan
    dari isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola yang spesifik.
6. Hubungan teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti
    antara hukum yang mungkin  dengan hukum yang ada.

Hukum adalah kategori keharusan (sollenskatagorie) bukan seinkatagorie (katagori Faktual). Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum itu seharusnya” (what the law ought to be), tetapi ”apa hukumnya “ (what the law is).
Kelsen adalah penganut Kant, karena ia menggunakan pemikiran Kant tentang pemisahan “bentuk” (form) dan “isi” (material). Bagi Kelsen, hukum hanya berurusan dengan bentuk, tidak dengan isi. Jadi keadilan sebagai isi dari hukum berada di luar hukum.
Dengan demikian bisa saja hukum bersifat tidak adil, namun toh ia tetap merupakan hukum karena ia dikeluarkan oleh penguasa. Kelsen dikenal sebagai orang yang mengembangkan “teori jenjang” (stuffentheory). Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem terdiri dari susunan norma yang berbentuk piramida. Di Indonesia mengikuti Kelsen tentang jenjang ini. Bisa dilihat pada TAP MPR  No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Indonesia.[3]

3. Aliran Utilitarian (Utilitarianisme)
Aliran ini meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan dari hukum. Yang dimaksud kemanfaatan disini adalah kebahagiaan (happiness). Hukum dinilai baik atau tidak baik sangat bergantung apakah ia membahagiakan atau tidak bagi umat manusia. Tokohnya adalah Jeremy Bentham, John Stuart, Mill, dan Rudolf Von Jhering.

Jeremy Bentham (1748-1832)
Berpendapat : Bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan. Menurutnya pemidanaan haruslah bersifat spesifik untuk tiap jenis kejahatan, dan seberapa besar pidana itu boleh diberikan, hal ini tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan.

John Stuart Mill (1806-1873) 
Pemikirannya dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia mencari kebahagiaan. Yang ingin dicapai manusia bukanlah benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya. Ia dalam pemikirannya menjelaskan hubungan antara keadilan, kegunaan, kapentingan individu dan kepentingan umum.

Rudolf Von Jhering (1818-1892)
Jhering mengajarkan tentang utilitarian sosial. Mulanya ia penganut paham sejarah (yang dikembangkan oleh Savigny). Namun pada akhirnya ia justru menentang pendapat dari Savigny. Menurut Savigny hukum Romawi adalah pernyataan dari jiwa bangsa Romawi, dan oleh karena itu ia adalah hukum nasional (Romawi). Hal inilah yang dibantah oleh Jhering, Jhering mengatakan  Seperti dalam hidup sebagai perkembangan biologis, senantiasa terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang mempengaruhinya. Demikian pula dalam bidang kebudayaan. Hukum Romawi pada hakekatnya juga mengalami hal ini. Suatu barang tentu lapisan tertua hukum Romawi adalah bersifat nasionalis tetapi pada tingkat-tingkat perkembangan berikutnya hukum itu makin mendapat ciri universal. Lebih lanjut Jhering mengatakan bahwa hukum Romawi dapat menjadi dasar hukum Jerman bukan karena hukum Romawi bersifat nasional, akan tetapi justru karena hukum Romawi dalam perkembangannya sudah berhadapan dengan aturan hidup lain, sehingga hukum tersebut lebih bersifat universal daripada nasional.[4]

4. Aliran  Sejarah
Munculnya aliran sejarah setidaknya dilatar belakangi oleh tiga hal :
1.      Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang tidak memperhatikan fakta sejarah.
2.      Semangat revolusi Perancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan rasio.
3.      Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang telah dapat memecahkan semua masalah hukum.
Sebagaimana diketahui abad XVII adalah abad rasionalisme. Pemikiran rasionalisme mengajarkan universalisme dalam berpikir. Cara pandang inilah yang menjadi sebab utama munculnya madzab sejarah yang menentang universalisme. Madzab sejarah lebih memfokuskan pada keberadaan suatu bangsa tepatnya adalah jiwa bangsa. (volkgeist).
Tokoh penting aliran sejarah: Von Savigny, Puchta dan Henry Summer Maine.

Friedrich Karl Von Savigny (1770-1861) 
Savigny menganalogikan timbulnya hukum itu sama dengan timbulnya bahasa bagi suatu bangsa. Hukum timbul bukan karena perintah penguasa (seperti dikemukakan aliran positivis), tetapi karena perasaan keadilan yang terletak pada jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa (volkgeist) itulah yang menjadi sumber hukum law is an expression of the common consciousness or spirit of people. Hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Ia mengingatkan untuk membangun hukum, studi terhadap sejarah suatu bangsa mutlak diperlukan.

Pucha (1798-1846)
Puchta adalah murid Von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut pemikiran gurunya. Ia berpendapat sama dengan gurunya, bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa (Volksgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut menurutnya dapat berbentuk:1) langsung berupa adat istiadat, 2) melalui undang-undang, 3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.   

Henry Sumner Maine (1822-1888)
          Maine banyak dipengaruhi oleh pemikiran Savigny. Ia dianggap sebagai pelopor aliran sejarah di Inggris. Salah satu penelitiannya yang terkenal adalah studi perbandingan perkembangan lembaga-lembaga hukum yang ada pada masyarakat yang sederhana dan masyarakat yang sudah maju, yang dilakukan berdasarkan pendekatan sejarah.[5]

5. Sociologycal Jurisprudence
G. W Paton lebih suka menggunakan istilah metode fungsional untuk menggantikan istilah Sociologycal jurisprudence. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerancuan antara “Sociologycal Jurisprudence” dengan “sosiologi Hukum” (Sociology of law). Menurut Lily Rasjidi, ada perbedaan antara keduanya, sosiologi hukum memandang hukum sebagai gejala soaial belaka, dengan pendekatan dari masyarakat ke hukum, untuk sosiological jurisprudence mendekati hubungan hukum dengan masyarakat, mulai dari hukum ke masyarakat.[6] Pelopor aliran S.J.adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.

Eugen Ehrlich (1862-1922)
Ia melihat adanya perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat di pihak yang lain. Titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hukum atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu sendiri. Menurutnya hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.  

Roscoe Pound (1870-1964)
Pound adalah orang yang pertama kali mencetuskan gagasan bahwa hukum tidaklah semata-mata sebagai sarana untuk mengendalikan ketertiban dalam masyarakat, tetapi hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu (law as a tool of social engineering). Hal ini tidak lepas dari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat. Pemikirannya ini dikembangkan oleh orang Indonesia antara lain: Mochtar Kusumaatmadja, Satjipto Raharjo dan lain-lain.

6. Realisme Hukum
Realisme hukum berasal dari pengaruh pemikiran modern yang berkembang di Amerika dan di Skandinavia. Realisme hukum pada dasarnya merupakan aliran yang meninggalkan pembicaraan mengenai hukum yang abstrak. Realisme hukum lebih menitikberatkan pada kajian terhadap pekerjaan-pekerjaan hukum yang praktis dalam menyelesaikan problem-problem dalam masyarakat.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis menurut Liewelyn adalah sebagai berikut:
1.      Hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan pengadilan.
2.      Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan sosial tertentu.
3.      Masyarakat berubah lebih cepat daripada hukum, dan oleh karena itu selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi problem-problem sosial yang ada.
4.      Untuk studi dipisahkan antara yang ada dan yang seharusnya.
5.      Tidak mempercayai bahwa peraturan-peraturan dan konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan pengadilan.
6.      Menolak peraturan hukum sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan.
7.      Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih nyata.
8.      Hendaknya hukum itu dinilai dari efektifitasnya dan kemanfaatannya.
Dalam aliran ini banyak sekali tokoh-tokohnya.[7] diantaranya ialah:

John Chipman Gray (1839-1915)
Gray adalah salah seorang penganut Realisme hukum di Amerika. Semboyannya terkenal: All the law is judge-made law. Ia menyatakan di samping logika sebagai unsur undang-undang, maka unsur kepribadian, prasangka dan faktor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan hukum.

Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935)
Holmes memandang apa yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) itulah yang disebut dengan hukum. Holmes juga menyatakan: Di samping norma-norma hukum bersama tafsirannya, moralitas hidup dan kepentingan-kepentingan sosial ikut menentukan keputusan para hakim.

Axel Hagerstorm (1868-1939)
Axel adalah tokoh realisme hukum (benuaSkandinavia;norwegia, swedia dan denmark). Pemikirannya tentang (realisme) hukum dapat dilihat dari pendapatnya tentang bagaimana rakyat  Romawi mentaati hukum. Menurutnya, rakyat Romawi mentaati hukum secara Irrasional, yaitu hukum yang bersumber dari Tuhan.


7. Aliran Freirechtslehre (Hukum Bebas)
Aliran ini merupakan penentang dari aliran positivisme. Aliran hukum bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan (menemukan) hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo[8] penemuan hukum bebas bukanlah peradilan yang tidak terikat oleh undang-undang. Hanya saja undang-undang tidak memegang peran utama, ia hanya sebagai alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang tepat menurut hukum (yang tidak harus sama dengan penyelesaian undang-undang). Yurisprodensi merupakan hal yang primer didalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder. Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan berdasarkan keyakinannya merupakan hukum. Dan keputusannya lebih bersifat dinamis dan up to date karena senantiasa memperhatikan keadaan dan perkembangan masyarakat.[9]
Ajaran hukum bebas itu merupakan suatu ajaran sosiologis radikal yang dikemukakan oleh mazhab realisme hukum Amerika. Teori ini membela suatu kebebasan yang besar bagi sang hakim. Seorang hakim dapat menentukan putusannya dengan tidak terikat pada undang-undang. Realisme hukum ini merupakan bagian aliran pragmatisme yang berkembang luas di amerika. Intinya ialah bahwa tidak terdapat kebenaran dalam teori-teori, melainkan dalam praktek hidup saja. Tetapi praktek hukum itu adalah tidak lain daripada kebijaksanaan para hakim. Para hakim itu tidak menafsirkan undang-undang secara teoritis (logis-sistematis), melainkan secara praktis. Maka undang-undang kehilangan keistimewaannya. Seorang hakim adalah seharusnya a cretive lawyer: in accordance with justice and aquity. Bila demikian halnya seorang hakim berwibawa untuk mengubah undang-undang, bila hal itu perlu. Dengan demikian putusan-putusan pengadilan dijadikan inti hukum.[10]   
Perlu dijadikan catatan bahwa kadang-kadang kurang jelas apakah seorang ahli hukum menganut ajaran hukum bebas secara sungguh-sungguh atau secara terbatas. Bila secara terbatas, hukum tetap dipertahankan sebagai aturan yang stabil, bila secara sungguh-sungguh kaidah hukum tinggal sebagai petunjuk relatif saja.
     

[1] Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ihtiar, 1957), 9.
[2] Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya                          Bakti, 1999), 36.
[3] Darji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta:                          Gramedia, 1999), 112-116.
[4] Ibid., 121.
[5] Ibid., 123-126.
[6] Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya,                       1993), 84.
[7] Darji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok-Pokok…..,130-147
[8] Sudino Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1996), 37.
[9] Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 116.
[10] Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 121-123.

Senin, 30 Oktober 2017

Tokoh-Tokoh Filsafat Yunani dan Modern


PENDAHULUAN

Filsafat sebagai pokok awal dari terbentuknya ilmu-ilmu yang ada di dunia saat ini menjadi satu catatan tersendiri dalam sejarah, terlebih tokoh-tokoh yang telah meletakkan dasar-dasar ilmu tersebut. Dalam perkembangannya, filsafat mempunyai banyak tokoh berpengaruh sejak zaman klasik hingga modern. Berikut kami sebutkan beberapa nama yang dianggap mempunyai ajaran dan aliran yang mengguncang dunia.

A.    Yunani Kuno

Periode Yunani kuno disebut periode filsafat alam. Karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian

Pemikirannyakepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka membuat pertanyaan-pertanyaan  tentang gejala alam yang bersifat filsafat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos.mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.[1]

1.      Thales (625-545 SM)

Nama Thales muncul atas penuturaan sejarawan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana(Seven Wise Men of Greece). Selain itu Thales juga  diberi gelar The Father of Philosophy (bapak filsafat) oleh Aristoteles, karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang jarang diperhatikan orang yaitu “Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?”. Pertanyaan ini sangat mendasar, terlepas apa pun jawabannya. Namun, yang penting adalah pertanyaan itu dijawabnya dengan pendekatan rasional, bukan dengan mitos atau kepercayaan. Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup.[2]

Selain itu Thales juga menjadi penasihat teknis ke-12 kota Ionia. Salah satu jasanya yang besar adalah meramal gerhana matahari pada tahun 585 SM. Sebagai ilmuan pada masa itu ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Ia juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinarkarena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki sama besarnya. Dengan demikian Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai the father of deducative reasoning (bapak penalaran dedukatif).

Dalam sejarah matematika,  Thales dianggap sebagai pelopor geometri abstrak yang didasarkan pada petunjuk pengukur banjir, yang implementasinya dengan membuktikan dalil-dalil geometri yang salah satunya bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.

 

2.      Anaximandros (640-546 SM)

Ia adalah orang pertama  yang mengarang suatu traktat dalam kesusasteraan Yunani, dan berjasa  dalam bidang astronomi, geografi. Jadi, ia merupakan orang pertama yang membuat  peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi diajukan oleh herakleios, sewarga polis dengan dia. Ia berhasil memimpin sekelompok orang yang membuat kota baru di Apollonia, Yunani.

Pemikirannya, dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama alam semesta),ia tidak menunjuk pada salah satu unsur yang dapat diamati oleh indra, tetapi ia menunjuk dan memilih pada sesuatu yang tidak dapat diamati indra, yaitu apeiron[3].  Sebagai sesuatu yang tak terbatas, abadi sifatnya, tidak berubah-rubah, ada pada segala-galanya, dan sesuatu yang paling dalam. Alasannya, apabila tentangarche  tersebut ia menunjuk pada salah satu unsur, maka unsur tersebut ia menunjuk pada salah satu unsur, maka unsur tersebut akan mempunyai sifat yang dapat bergerak sesuai dengan sifatnya sehingga tidak ada tempat bagi unsur yang berlawanan.

Pendapat yang lain, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun. Mengapa bumi tidak jatuh? Karena bumi berada pada pusat jagad raya. Pemikirannya ini hars kita pandang sebagai titik ajaran yang mengherankanbagi orang-orang modern.

 

3.      Heraclitus (535-475 SM)

Ia lahir di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil, dan merupakan kawan dari Pythagoras dan Xenophanes, akan tetapi lebih tua. Ia mendapat julukan si gelap, karena untuk menelusuri gerak pemikirannya sangat sulit. hanya dengan melihat  fragmen-fragmenny, ia mempunyai kesan berhati tinggi dan sombong sehingga ia mudah mencela kebanyakan manusia untuk mengatakan jahat dan bodoh, juga mencela orang-orang terkemukaka di negeri Yunani.

Pemikirannya filsafatnya terkenal dengan dengan filsafat menjadi. Ia  mengemukakan   bahwa segala sesuatunya (yang ada itu) sedang menjadi dan selalu berubah. Ucapannya yang terkenal yaitun Panta Rhei Kai Uden Menci artinya segala sesuatunya mengalir  bagaikan arus sungai dan tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Alasannya, karena air sungai yangpertama telah mengalir, berganti dengan air yang berada di belakangnya. Demikian juga segala yang ada, tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Akhirnya, dikatakan bahwa hakikat segala sesuatu adalah menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat menjadi.

Heraclitos yang mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche(asas yang pertama dari alam semesta) adalah api.  Api dianggapnya sebagai lambang perubahan  dan keasatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu atau asap, adanya api tetap ada. Segala sesuatunya dari api, dan akan kembali ke api.

 

4.       Parmanides (540-475 SM)

parmanides lahir di kota Elea, kota perantauan Yunani di Italia Selatan. Ia adalah seorang tokoh relativesme yang penting. Ia dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat, bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak seperti Heraclitus, misalnya, yang menggunakan metode intuisi. Ternyataan Plato amat menghargai metode Parmanides itu, dan Plato lebih banyak mengambil dari Parmanides dibandingkan dengan filosof lain yang terdahulu.[4]

Menurut Parmanides, gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi. Menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia menegasakan bahwa yang ada itu ada. Inilah kebenaran.

Coba bayangkan apa konsekuensi bila ada orang yang memungkiri kebenaran itu. Ada dua pengandaian yang mungkin, yangpertama yaitu orang bisa mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada. Yang kedua yaitu orang dapat mengemukakan bahwa yang ada itu serentak ada dan serentak tidak ada. Pengandaian pertama bertolak belakang dengan sendirinya karena yang tidak ada memang tidak ada. Yang tidak ada tidak dapat dipikirkan dan menjadi objek pembicaraan. Pengandaian kedua tidak dapat diterima karena antara ada dan tidak ada tidak terdapat jalan tengah, yang ada akan tetap ada dan tidak mungkin menjadi tidak ada, begitu juga yang tidak ada tidak mungkin berubah menjadi ada. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang ada itu ada dan itulah satu-satunya kebenaran.[5]

Jadi, benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Di sinilah masalah muncul. Bentuk ekstrem pertnyataan itu ialah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia; ukuran kebenaran adalah manusia.[6]

 

5.      Socrates (469-399 SM)

Mengenai riwayat socrates tidak banyak diketahui, tetapi sebagai sumber utama keterangan tentang dirinya dapat diperoleh dari  tulisan Aristophanes, Xenophon, Plato dan Aristoteles. Ia sendiri tidak meninggalkan tulisan, sedangkan keterangan dirinya didapat dari muridnya. Orang yang paling banyak menulis tentang Socrates adalah Plato yang berupa dialog-dialog.

Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat di pisahkan satu dengan yang lain. Oeh karna itu, dasar dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi secrotes, pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Semboyan yang paling di gemarinya adalah apa yang tertera pada Kuil Delphi, yaitu,” kenalilah dirimu sendiri.”

             Periode setelah Socrates di sebut dengan zaman keemasan filsafat yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Ploto ( 429-347 SM) yang sekaligus murid socrates dan yang menulis ide-ide Socrates. Menurutnya , esensi itu mempunyai realita dan realitasnya ada di alam idea. Kebenaran umum itu ada bukan d buat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Plato menggambarkan kebenaran umum adalah rujukan bagi alam empiris, contohnya kuda yang ada di alam empiris bermacam-macam warna dan bentuk serta jenisnya, tetapi kuda secara umum memiliki unsur umum yang membedakan dengan sapi dan kambing unsur umum inilah yang ada di alam idea dan bersifat universal.

Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaiitu dengan menghargai nilai-niai jasmaniah dan rohania yang keduanya tidak dapat di pisahkan karena denga keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan .

 

6.      Plato (427-347 SM)

Plato adalah pengikut socrates yang taat diantara para pengikutnya yang mempunyai pengaru besar. Selain dikenal sebagai ahli pikir juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperolehnya secara cukup.[7]

Ia lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos dan Elia, akan tetapi ajarannya yang paling besar pengaruhnya dari nama Ariston dan ibunya bernama Periktione.

Plato berpendapat bahwa manusia berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah. Sedangkan  dunia ide bersifat tetap, hanya stu macam dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dunia inilah yang menjadi “model” dunia pengalaman. Dengan demikian, dunia sesungguhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide.

Konsepnya tentang negara di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara. Konsepnya tentang etika sama seperti socrates, yaitu tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being). Akan tetapi, untuk  hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam polis (negara). Alasannya, karena manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial dan kodratnya di dalam polis (negara). Maka, untuk hidup yang lebih baik, dituntut adanya negara yang baik. Sebaliknya, polis (negara) yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan para warganya hidup dengan baik.

 

7.      Aristoteles (384-322 SM)

Ia dilahirkan di Stageria, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter pribadi di raja Macedonia Amyntas. Karena hidupnya di lingkungan istana, ia mewarisi keahliannya dalam pengetahuan empiris dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Beberapa lama ia menjadi pengajar di Akademia Plato untuk mengajar logika dan retorika.

Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles berasam rekannya Xenokrates meninggalkan Athena karena ia tidak setuju dengan pendapat pengganti Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Assos. Di sini Aristoteles menikah dengan Pythias. Pada tahun 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Persi, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke ke Mytiline pulau Lesbos tidak jauh dari Assos.

Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan, yaitu :

a.       Logika

b.      Filsafat Alam

c.       Psikologi

d.      Biologi

e.       Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia.

f.       Etika

g.      Politik dan ekonomi

h.      Retorika dan poetika

 

Beberapa pemikiran Aristoteles yaitu :

a.       Ajarannya tentang logika

Logika tidak dipakai oleh aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah logika pertama kali muncul pada abad paertama Masehi oleh Cicero, artinya seni berdebat. Kemudian, Alexander Aphrodisias (Abad III Masehi) orang pertama yang memakai kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.

Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua golaongan, yaitu subtansi (sebagai sifat umum), dan aksidensia (sebagai sifat yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu:

1.      Subtansi (hal-hal yang bersifat nyata dan yang sungguh-sungguh bereksistensi)[8], (manusia, binatang).

2.      Kuantitas (satu, dua)

3.      Kualitas (merah, baik)

4.      Relasi (rangkap, separuh)

5.      Tempat (di rumah, di pasar)

6.      Waktu (sekarang, besok)

7.      Keadaan (duduk, berjalan)

8.      Mempunyai (berpakaian, bersuami)

9.      Berbuat (membaca, menulis)

10.  Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles diannggap sebagai bapak logika tradisional.

 

b.      Ajarannya tentang Silogisme

Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia hanya dapat dimunculkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak pada hal-hal yang khusus untuk mencapai kesimpulan yang sifatnya umum. Sementara itu, deduksi adalah proses berpikir yang bertolak pada dua kebaenaran yang tidak diragukan untuk mencapai kesimpulan sebagai kebenaran yang ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik untuk melahirkan pengetahuan bar. Berpikir deduksi yaitu silogisme, yang terdiri dari premis mayor dan premis minor dan kesimpulan.

Contoh:

Manusia adalah makhluk hidup (premis mayor)

Dina adalah manusia (premis minor)

Dina adalah makhluk hidup (kesimpulan)

 

c.       Ajarannya tentang pengelompokan ilmu pengetahuan

Aristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu:

1.      Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik)

2.      Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian)

3.      Ilmu pengetahuan teoritis (fisika, matematika, metafisika)

 

d.      Ajarannya tentang aktus dan potensia

Mengenairealitas atau yang ada, Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles, yang ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan konkret. Dengan kata lain, titik tolak ajaran  atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran Plato tentang ide. Realitas yang sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum dan yang tetap seperti yang dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang husus dan yang individual. Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada yang satu persatu. Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam, yang berubah-rubah. Itulah realitas yang sesungguhnya.

 

e.       Ajarannya tentang pengetahuan

Menurut Aristoteles, terdapat dua macam pengenalan, yaitu pengenlan inderawi dan pengenalan rasional. Dengan pengenalan inderawi kita dapat memperoleh pengetahuan tentang bentuk benda (bukan materinya) dan hanya mengenal hal-hal yang konkret. Sementara itu, pengenalan rasional kita akan dapat memperoleh pengetahuan tentang hakikaat dari suatu benda. Dengan pengenalan rasional ini kita dapat menuju satu-satunya untuk ke ilmu pengetahuan.  Cara untuk menuju ke ilmu pengetahuan dalah dengan teknik abtraksi.  Abtraksi artinya melepaskan sifat-sifat atau keadaan yang secara kebetulan, sehingga tinggal sifat atau keadaan yang secara kebetulan yaitu intisari atau hakikat suatu benda.

 

f.       Ajarannya tentang etika

Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap masalah etika. Karena etika bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi dipakai sebagi hukum kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan tertinggi hidup manusia adalah kebahagiaan(eudaimonia). Kebahagiaan adalah suatu keadaan dimana segala sesuatu yang teramsuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam diri manusia. jadi, bukan sebagai kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan harus sebagai suatu aktivitas yang nyata, dan dengan perbuatannya itu dirinya semakin disempurnakan. Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berpikir murni.

g.      Ajarannya tentang agama

Menurut Aristoteles, negara akan damai apabila rakyatnya juga damai. Negara yang paling baik adalah nrgara dengan sistem demokrasi moderat, artinya sistem demokrasi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar.

 

B.     Zaman Modern

 

1.      Descartes (Perancis_ 1596-1650)

Buku Descartes yang terpenting dalam filsafat murni adalahDiscours de la Methode (1637) dan Meditation (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal, metode keraguan Descartes(Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cogito Descartes, atau metode Cogito saja.

Tahapan metode Descartes dapat diringkas sebagai berikut:

1.      Benda inderawi tidak ada

2.      Gerak, jumlah, volume (ilmu pasti) tidak ada

3.      Saya sedang ragu, saya ada

4.      Saya ragu karena saya berpikir

5.      Jadi, saya berpikir, saya ada[9]

 

2.      Hegel ( Jerman 1770-1831)

Filosof Amerika, M.R. Cohen menyebut Hegel sebagai filosof terbesar abad ke-19. Kalau melihat pengaruhnya pada Marx saja agaknya pernyataan Cohen itu cukup beralasan. Dalam pengantar bukunya, Das Kapital edisi kedua, Marx mengatakan bahwa dirinya adalah murid Hegel sekalipun “dialektika saya berlawanan dengan dialektika Hegel”.

Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialetika sebagai metode. Proses dialektika selalu terdiri dari tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antithesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antithesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang, ia masih ada tapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antitesis baru dan menghasilkan sintesis baru, sintesis baru ini segera pula menjadi tesis baru lagi, dan seterusnya.[10]

 

3.      Immanuel Kant ( Jerman 1724-1804)

Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan iman dalam berebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Setidaknya ada tiga filosof besar yang mempunyai peran dalam mendudukkan akal dan iman: Socrates yang berhasi menghentikan pemikiran sofisme dan mendudukkan akal dan iman pada posisinya. Descartes berhasil menghentikan dominasi iman (Kristen) dan menghargai kembali akal, dan Kant yang berhasil menghentikan sofisme modern untuk mendudukkan kembali akal dan iman pada kedudukan masing-masing. Dalam kerangka inilah sepertinya Kant mendapat tempat yang lebih lumayan dalam sejarah filsafat.  

Argument-argumennya ia muat dalam bukunya, Critique of Pure Reason dan Critique of Practical Reason.[11]

 

4.      John Locke (Inggris 1632-1704)

Dia adalah filosof Inggris, lahir di Wrington, Somersetshire. Filsafatnya dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan Descartes. Ia juga menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkanpengalaman; jadi, induksi. Bahkan Locke juga menolak akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.

Kesimpulan Locke tentang filsafatnya adalah substance is we know not what, tentang substansi kita tidak tahu apa-apa. Ia menyatakan bahwa apa yang dianggapnya substansi adalah pengertian tentang objek sebagai idea tentang objek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah substansi objek, substansi kita tidak tahu. Persoalan substansi agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa.[12]  

 

 

5.      William James ( Amerika 1842-1910)

Tokoh yang dilahirkan di New York City ini menjadi orang yang paling bertanggung jawab membuat pragmatisme terkenal di seluruh dunia. Secara ringkas, William James mengatakan pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. 

Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya ia mengalami konflik antara pandangan agama. Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Yang ia inginkan adalah hasil-hasil yang konkrit. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide tau konsep haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi praktisnya.

Kaitannya dengan agama, apabila ide-ide agama dapat memperkaya kehidupan, maka ide-ide itu benar.[13]

James menurunkan aliran pragmatisme pada Dewey yang mempraktekannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Yang paling merusak dalam filsafat itu, di antaranya: pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subjektivisme dan individualisme. Dua hal yang mengancam kemanusiaan dan manusia itu sendiri.[14] 

 

6.      Soren Kierkegaard

suatu reaksi terhadap idealisme yang sama sekali berbeda dari reaksi materialisme ialah yang berasal dari pemikiran Denmark yang bernama Soren Kierkegaard,  filsafat tidak merupakan suatu sistem,tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual. Keberatan utama yang diajukan oleh Kierkegaardkepada Hegel ialah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkret karena ia ( Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard , manusia tidak pernah hidup sebagai suatu”aku umum” tetapi sebagai ”aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam suatu yang lain. Dengan demikian , Kierkegaard memperkenalkan  istilah” eksistensi ” dalam suati arti yang mempunyai peran besar pada abad ke-20. Hanya manusia yang mampu bereksistensi , dan eksistensi saya tidak saya jalani satu kali untuk selamanya, tetapi pada setiap saat eksistensi saya menjadi objek pemilihan baru. Bareksistensi ialah bertindak tidak ada orang lain yang bisa dapat menggantikan tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya.

Pengaruh Kierke gaard belum tampak ketika ia masih hidup , bahkan bertahun-tahun namanya tidak dikenal oarang di luar negerinya . itu antara lain karena karyanya di tulis dalam bahasa Denmark. Barulah pada akhir abad ke 19 karya –karya Kierkegaard mulai di terjemahkan kedalam bahasa jerman. Karyanya menjadi sumber yang paling penting sekali untuk filsafat abad yang ke-20, yang disebut eksistensialisme. Karenanya sering disebut bahwa Kierkegaard adalah bapak filsafat Eksistensialisme. Akan tetapi , anehnya , eksistensialisme abad ke-20 tidak jarang beraliran ateis, padahal kierkegaard seorang penganut kristen . tak pelak lagi, tokoh eksistensialisme tersebar adalah Jean Paul Sartre.  

   

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Asmoro. Filsafat Umum, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009

Muzairi. Filsafat Umum. Jogjakarta: Teras, cetakan I, 2009

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009

O. Kattsoff, Louis.  Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004, cet, IX

 



[1] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), 22.

[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), 23.

[3] To Apeiron= “yang tak terbatas”,

[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum ( Bandung: Remaja Posdakarya), 49.

[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 26.

[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 50.

[7] Dalam karyanya, Apologia. Plato memberikan pembelaan Socrates di pengadilan. Karya-karyanya yang lain : Kriton, Protagoras, Gorgias dll. Plato memberikan komentarnya bahwa Socrates adalah seorang yang paling baik, paling bijaksana, paling jujur, dan merupakan manusia yang paling adil dari seluruh zamannya. Asmoro Ahmadi. Filsafat Umum, 51.

[8] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004, cet, IX,259.

[9]  Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 129-132

[10]  Ibid, 151-153

[11]  Ibid, 157

[12]  Ibid, 175-180

[13]  Muzairi, Filsafat Umum (Jogjakarta: Teras, cetakan I, 2009) 141

[14]  Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 217